Minggu, 13 November 2011

Semangat Idul Qurban (1432H, pengajian ahad rutin minggu ke-2 Masjid Baiturrahman Minomartani)




Assalamu`alaikum w.w… senang rasanya hadir dalam mengikuti setiap ada kegiatan yang bermanfaat seperti kegiatan pengajian rutin oleh siapa saja, dengan niat tulus untuk beribadah kepada-Nya Yang Maha Berilmu. Apalagi yang kita hadiri adalah kegiatan pengayaan dan mendalamkan pemahaman kita akan akan ilmu-ilmu agama, yang dapat dijadikan sebagai way of life bermasyarakat yang serba beragam. Ceramah yang pertama kali oleh Ust. Abdul Malik .I., dimasjid baiturrahman minomartani pada ahad 13 November 2011, dimulai pada pukul 07:30 minggu ke-2 yang dilakukan secara rutin oleh takmir masjid. Tema yang diangkat pada pengajian kali ini adalah masih mengenai semangat Idul Qurban. Beliau mengutarakan beberapa hal, pada poin yang pertama yakni siapakah sosok Nabi Ibrahim AS itu? Yang lekat akan permulaan dari Ibadah Qurban itu sendiri. Dalam firman-Nya An-Nahl:120, “Sungguh Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan Hanif. Dan dia bukanlah temasuk orang yang musyrik”. Kata qoni’tan dalam firman-Nya tersebut, berasal dari qonata = hamba Allah yang sangat patuh terhadap segala perintah-Nya. Dan ditambah lagi ada kata (gelar) yang sering diikut-setakan kepada nama Beliau oleh Allah adalah haniffan, yang cukup mempertegas bahwa Beliau memang benar dan layak di jadikan tauladan juga. Karena kata haniffan berasal dari kata hanif yang berartikan seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tidak pernah meninggalkannya. Beliau sampai rela untuk menyembelih putra kesayangannya yang sudah cukup lama ia idam-idamkan sepanjang hayat hanya untuk mentaati perintah yang datang dari-Nya. Namun oleh Allah, pengorbanan itu segera langsung ditebus oleh Dia sendiri dengan menukarkan Ismail AS dengan seekor hewan qurban. Karena terlalu mahal nyawa manusia untuk dikorbankan untuk membuktikan nilai dan serta derajat ketaqwaan kepada Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dari seorang hamba. Yang mana, dimasa nabi Ibrahim AS hidup diberbagai bangsa belahan dunia lain seperti Suku Astek (Meksiko), Viking, Mesir dan lainnya melakukan hal yang hampir serupa, untuk membuktikan kepada sesembahan mereka, para Dewa yang mereka yakini akan memberikan kehidupan dan pembebasan dari petaka. Astek mempersembahakan darah dan jantung manusia yang masih segar kepada Dewa Matahari. Viking menggorok leher bayi yang diperuntukkan bagi Dewa pelindung perang (Dewa kemenangan). Mesir memenggal leher dan menghanyutkan disungai nil dari gadis belia yang mereka qurbankan. Tetapi bagi Allah, itu semua tidaklah perlu dilakukan dan Dia tidak membutuhkan sama sekali, yang Ia butuhkan dari setiap hamba-Nya adalah ketaqwaan itu sendiri (dalam hadits qudsi).

Masih dengan penuh semangat, beliau menyampaikan Poin ke-2, mengenai rukun Islam. Yaitu melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu, itulah puncak dari seorang yang islam menurut beliau. Dan didalam berhaji tersebut, masih ada puncak yang harus dilaksanakan, yakni pergi wukuf di arafah. Setelah melaksanakan puncak berhaji, wukuf diarafah, masih ada puncak lagi yang itu harus benar-benar diikuti dari kegiatan ibadah haji, yaitu mendengarkan khutbah dipadang arafah. Itulah serangkaian yang harus dilaksanakan untuk mencampai puncaknya puncak dalam berislam, agar ketika kembali kenegerinya ia (seorang muslim) memperoleh hak dari Allah sebagai seperti orang yang baru dilahirkan oleh ibunya. Maksudnya yaitu benar-benar berubah pola pikir dan perilakunya terhadap melaksanakan syariat islam dengan penuh semangat profetik, riang gembira dan menularkannya kepada yang lain, sesama manusia. Seperti yang pernah disamapaikan Nabi Muhammad Rasulullah SAW ketika menyampaikan khutbah wada’nya pada wukuf diarafah. Beliau bertanya dan mengingatkan kepada para jama’ah haji, yang semuanya itu adalah kaum muslimin, tentang untuk apa islam itu ada didunia ini, namun dengan sapaan “Hai umat manusia!! Hari apakah ini? Dimanakah kita ini? Apakah nama tempat ini?....”. tak ada satupun umatnya yang menjawab, terdiam semua. Beliau menegaskan, bahwa saling berbagilah pada bulan ini (bulanhaji yang paling baik, dan pada bulan-bulan seperti biasa juga) dan islam mengajarkan (cenderung mendemontrsaikan) nilai-nilai human-right, cinta-kasih, kemajuan dalam bekerja cerdas, peradaban kebudayaan dan lainnya. Bukan malah sebaliknya.

Pada poin yang ke-3 yang penulis tanggapi atas pengajian yang beliau berikan adalah mengenai surah Al-Bayina. Khususnya tentang “…orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, meraka itu adalah sebaik-baiknya makhluk” (Al-Bayinah:7). Orang-orang tersebut sudah tentu pastinya beriman dan mau mengerjakan amal-amal shaleh, diibaratkan suatu daerah yang luas tanpa bertepi (al badriah) mereka rela bila itu suatu amal ibadah yang penuh akan kebajikan senantiasa dikerjakan dengan hanya mengharap ridho dari-Nya. Itulah nilai subtantif dari semangat berqurban dihari raya Idul Qurban, yang seharusnya dapat diimplikasikan setiap umat manusia terhadap sesamanya untuk orang yang lebih membutuhkan. Dalam setiap ceramahnya, beliau selalu menyisipkan cerita pengalaman-pengalaman yang beliau alami. Seperti ada dua mahasiswa asing (laki-perempuan) yang berasal dari negeri Matahari Terbit yang menjadi amanah untuk beliau bimbingi. Mereka mendapatkan tugas belajar selama ± 12 bulan lamanya di Universitas tempat beliau mengajar (salah satu Universitas Negeri ddi Daerah Istimewa Yogyakarta) yang ditunjuk oleh Universitas mereka. Dengan studi khusus yakni Filsafat Theologi Islam (seingat penulis), yang semula mereka mengakui tak ada agama, kini menjadi Penyeru Ajaran-Nya. Hampir 6 bulan lamanya beliau mengajarkan Iqra’ hingga tamat, dan mereka sudah bisa membaca Al-qur’an walaupun sulit membedakan huruf hijayah tertentu (la dan ra’). Dari Profesor yang mengutus mereka, meminta beliau agar kedua mahasiswa tadi dijodohkan, dan mereka-pun dinikahkan. Agar, setiap jama’ah yang menghadiri dalam pengajian beliau menjadi terbuka wawasannya dalam setiap melaksanakan ibadah dan menjalani hidup penuh gairah keislaman dalam bermasyarakat. Pengajian itu dilaksanakan selama kurang lebih tigapuluhlima menit kemudian diakhiri dengan berdoa. Semoga bermanfaat, atas kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf, terimakasih atas berkenannya mau membaca tulisan ini. Wassalam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa yang pantas masuk surga terlebih dahulu?