Jumat, 29 Juli 2011

Fenomena Perguruan Tinggi Muhammadiyah


UAD, ikut yang Mana????

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan mu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untukdikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. QS. Al-Ahzab (33) : 59.

Ketika sedang menempuh pendidikan secara formal, baik itu negeri maupun swasta. Hal yang paling ditunggu-tunggu adalah ijazah. Karena ijazah pula lah kelak yang akan menjadikan seseorang itu dapat bekerja di manapun, sesuai ilmu yang ia enyam sejak dasar hingga sarjana (kebanyakan ada juga yang tak sesuai, misal, bergelar S.T (teknik pertambangan/geologi) bekerja di sebuah Bank, sebagai manager lagi, apa hubungannya?), baik instansi pemerintahan maupun swasta, bahkan perusahaan-perusahaan. Setiap instansi yang menyelenggarakan pendidikan pasti ada peraturan yang berlaku, khususnya di bidang pendidikan maupun segala apek yang ada disekitarnya, termasuk hal terkecil. Yaitu, pemajangan foto close up, di setiap ijazah bagi peserta didik yang dinyatakan layak ataupun telah lulus dari bangku pendidikannya.Yang menjadi pertanyaan dari penulis adalah, “bagaimana dengan foto pada ijazah pada perguruan tinggi islam, apakah juga harus mengikuti aturan dari pemerintah?”. Apa peran sebagai mahasiswa-mahasiswi ketika itu terjadi di sekitar lingkungan kita? Memang, yang mau mengingatkan itu sedikit. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberi mandat kepada mereka dengan mengatakan, "Jagalah diri kalian semua dari api neraka, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepadamu dari siksa yang pedih". Mau dengar pemimpin Umat dari utusan langsung Allah, atau pemimpin umat dari utusan rakyat, yaa monggo…..(kebanyakan memikirkan, sekolah-> selesai-> cari kerja->berkeluarga->bertahan...nda tahu, apa yang dipertahankan (menurut penulis). bisakah memperahankan idealisme terhadap lingkungan????


Atas mendengar, melihat, merasakan kejadian yang pernah terjadi (mungkin bisa menjadi sejarah maupun bersejarah) dari lingkungan masyarakat (mahasiswa), mari bercermin dan berbenah (jika itu di perlukan). Baiklah, coba para pembaca menyimak (barangkali ada yang menjadi pelaku), perguruan tinggi muhammadiyah, seperti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang notabene adalah salah satu amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan. Otomatis arah gerak dari pendidikan yang menjadi baik visi maupun misinya adalah ya yang tidak terlepas dari visi dan misi Muhammadiyah itu sendiri, amar ma’ruf nahi munkar, menjadikan masyarakat islam yang murni (islam sebenar-benarnya). Namun apa yang terjadi sekarang ini, menurut penulis, agak sedikit terjadi pergeseran dalam mengemban amanah dalam ranah pendidikan yang berbasis corak keislaman, yaitu walaupun sudah jauh-jauhari menerapkan syariat islam-islamisasi kampus, lambat laun malah mulai mengendurkan syariat islam tersebut. Dengan mengikuti trend-trend yang ada dan sesuai mode (ikut arus, ya walaupun tak semuanya sih). Sebagai contohnya, seperti yang penulis temui, ketika mahasiswa-mahasiswai yang sedang sibuk mengurus keperluan wisuda (juli 2011), penulis iseng bertanya kepada mereka (karena tak sengaja melihat foto yang terpampang pada ijazah kesarjanaan yang mereka peroleh dari kampus ini), “subhanallah…mbak, fotonya cantik pakai sanggul kayak kartini, ini foto dimana, qog nda pakai jilbab, apa ini bukan mbak ya atau saya salah lihat??”, langsung ditanggapi sama pemilik, “alhamdulillah, terimakasih ya. Iya ya..hehe, ya di tempat foto studio-lah, ya ni, karena kampus bilang ini peraturan nasional…”, ya begitulah tegasnya menjawab atas pertannyaan penulis. Penulis pernah mengikuti suatu kajian, di sore hari bertempatkan sebuah rumah sederhana lokasi persis depan kampus III UAD, mengenai hal-hal yang haram dan halal dilakukan wanita, salah satunya adalah menggunakan rambut palsu/menyambung rambut (wig, konde dsb), itu tertuang di dalam hadis (mohon maaf, saya lupa bunyi hadis dan kekuatan hukum dari hadis tersebut), hukumnya haram (bisa di diskusikan bersama).

Namun, ada beberapa jawaban lain sih, seperti “terserah saya dong…”, “ya, yang mana juga boleh deh…”, ”halah…gitu aja qoq kamu repot, dadak ngurusi wong…”, “kalau mbak sih pakai, karena dah terbiasa, risih rasanya kalau harus di buka..masa ikut-ikut orang yang ga jelas gitu, lagi pula yang punya malu siapa..”, “…ya ni mas, kampus tu sepertinya menganjurkan untuk mengikuti peraturan nasional, jadi, ya manut wae..”, “hehe…udah kebacut di tempel dan di cap e…”, dan lain sebagainya, atas lemparan pertanyaan yang hampir serupa. Nah, bagi penulis sendiri (kaum adam) sebatas mengingatkan (karena setiap manusia diwajibkan-3:104, 16:125, 28:87- untuk menyerukan kepada yang ma’ruf, dan mencegah yang munkar), menggunakan hati (mendokan) dan itulah selemah-lemahnya iman.

Belum lagi, mahasiswi-mahasiswi asing yang sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa antar universitas tingkat Internasional, mereka seakan-akan di bebaskan untuk berlenggak-lenggok catwalkberbusana selera anda” di dalam rumah dan mondar-mandir dari kampus yang memiliki semboyan yang sungguh briliant, “moral and intellectual integrity”, yang bergambarkan: beberapa lebah mengerumuni (menghasilkan) madu murni dan ada setangkai dahan tanaman yang menjulur erat mencengkram, yang penulis sendiri artikan, itu simbol islam, sudah teraroma dari kejauhan tempat pelosok tanah air. Tapi, alangkah lucunya (bahkan mungkin kecewa), jika apa yang terjadi di dalamnya malah cukup membuat menggonjang-ganjingkan penghuni asli yang ingin mendalami arti islam itu sendiri. Bukan berarti, penulis buta maupun tuli akan silau terangnya dan bisingnya dunia luar, tetapi paling tidak, merekalah yang dapat mengikuti peraturan tuan rumah, yang sudah cukup jelas dasar hukum dan asaz yang syarat akan nilai-nilai ahlaq keislaman, yang itu bersumber langsung dari Allah SWT dan Rasul-Nya, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Dan bukan berarti pula penulis memaksakan akan perlu di tegakkannya Syari’at islam di dalam aktivitas kampus, namun itulah yang sekiranya dapat menjadikan masyarakat tak sekedar tahu, namun paham dan ikut mengamalkannya dari keluaran Universitas Ahmad Dahlan, sebagai Sang Pencerah dalam menerangi Dunia maupun seluruh alam raya.

Penulis juga pernah sekedar bertanya ringan, atas hal di atas kepada, seorang dosen (ketika di luar dari suasana kampus), beliau seolah-olah cukup terkejut dan menjawab,”sepertinya, maksud kampus kita tak seperti itu, masa’lah perguruan tinggi muhammadiyah berlaku semacam itu…”. Penulis juga ragu, kepada para responden insidensial diatas (tak secara ilmiah dan amaliah), jangan-jangan mereka hanya mendapatkan ilmu selama di UAD, masuk lewat telinga kiri dan dikeluarakan lagi lewat kiri, itu artinya, tak ada satupun ilmu (baik kemuhammadiyahan maupun yang lain) yang nyantol lebih paten dan hanya sekedar menjadi bangku hidup di dalam kelas ataupun aktivitas perkuliahan. Ketika ujian, menggebu-gebu membara, seusainya, lenyap meninggalkan Indeks Prestasi (IP) yang memuaskan tanpa membekas di hati maupun proses berpikir selama menjadi mahasiswa. Seakan-akan menjadi alergi bila menerima dan serta mengamalkan ilmu agama islam dalam kehidupan sehari-hari secara pribadi maupun masyarakat. Ini yang dapat cukup menyumbang besar (bila di kumpulkan, dalam sistem peng-kreditan kejelakean -SKJ- yang dilakoni mahasiswa) dalam meredupkan citra UAD di masyarakat. Semoga saja tidak…Insya Allah. Apakah kampus ini, tetap membiarkan kelakuan yang di haramkan oleh Allah SWT sebagai Tuhan Maha Penguasa ketimbang haram menurut pemerintahnya? Tetap eksistensi terhadap amar ma’ruf nahi munkar dan bilahi fii sabil al haq, fastabiqul khairat. Kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf dan ampun kepada semua dan Allah SWT. Semoga ada manfaat dan mendapatkan barokah dari-Nya..… Allahuakbar.…. Hidup Mahasiswa!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa yang pantas masuk surga terlebih dahulu?