Senin, 04 April 2011

Refleksi Surah Al-Ma'un

Lain kolam, lain pula ikannya, itulah kata dari pepatah bijak dalam menilai suatu permasalahan dan penyelesaian. Ya, itu seharusnya begitu sih. Tapi, saya kira “tidak” untuk disini, ya disini tepatnya, di ruang sejuk terasa, nan elok dimata tapi kurang sedap di dengar, apalagi bila dijalani oleh si anak. Itu karena, si Ayah terlalu mementingkan hal yang ia anggap lebih penting dari yang paling penting sekalipun. Atau mungkin juga, si anak yang datang di saat yang kurang tepat, dan sehingga ia harus menyampaikannya pada siapa lagi, kalau bukan pada sang Ayahanda, kebingungan. Pusing.

Entah khilaf atau lupa, apa yang di utamakan dalam isi dari surah Al-Ma’un kepada orang-orang yang menjabat di atas sini?? Dikisahkan, tentang “orang yang mendustakan agama”. Ya, kita sudah menegakkan sholat. Namun, sudahkah kita menyantuni dan tidak menghardik anak yatim, dan membantunya?? Jika masih belum, let’s go, “billahi fii sabilillah, fastabiqul khairat”. Ternyata mereka itu lebih menyukai ketertiban dari suatu sistem yang ada karena diciptakannya sendiri di bandingkan dengan suatu sistem datangnya dari Yang Maha Agung lagi Maha Sempurna perencanaan-Nya. Tak pelak, seketika memvonis untuk menunda dalam hal keinginan belajar si anak di bangku dari salah satu amal usaha Muhammadiyah dalam pendidikan tinggi, dengan sedikit celoteh berlogat ba-bi-bu, si anak bercerita, lantas di penggal-lah dari kisah keluh-kesah alur demi alur yang tak tahu persis apa maksud dari si anak tadi, apa sebab si anak tadi bisa menjadi demikian?? “….laporan kami terima…, maaf itu sudah tidak bisa lagi…”, selesai sudah baginya. Tetapi, bagaimana dengan si anak? Tak bisakah memberi seteguk air di tengah padang yang tandus seperti sekarang ini?? Tolonglah, saya mohon.

Rasa hati ingin memetik bintang, tapi apa daya tangan tak sampai. Walaupun sedikit betul usaha dari kami lakukan, untuk mengorek realitas yang baru sekejap kami peroleh, dan kontan pula kami ambil langkah dengan harapan yang menggembirakan. Ternyata, eh ternyata, tak sesuai harapan, pasti inilah sketsa demi sketsa yang Allah SWT ingin tunjukkan pada kita, betapa Maha Besar-Nya, Dia dalam turut berperan di setiap nadinya manusia. Tak patut kita mempersalahkan perbaedaan kepribadian seseorang yang satu dengan yang lain, namun, dapat-lah di berikan suatu motivasi diri agar mau terbuka antar sesama. Semua kisah ada hikmahnya, tergantung lagi, bagaimana kita dalam menyikapinya, mau pesimis ataukah optimis?? Monggo, go a head. Saya kira, kita perlu lagi dan lagi introspeksi dan bercermin diri, agar kita tak terperangkap di kubangan yang terlihat jernih, indah menggoda, namun penuh dengan kepalsuan dan kemunafikan. Jauhilah rasa sombong, congkak, angkuh, yang tak layak ada di hati kita. Astagfirullahaladzim………

Semoga Gusti Allah mengampuni kesalahan dan kekhilafan selama ini dan mendapatkan balasan yang seimbang. Hidup merdeka di dunia dan di akhirat, amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa yang pantas masuk surga terlebih dahulu?